Menuju Swasembada Pangan: Jalan Panjang yang Membawa Harapan

Ilustrasi: Pemandangan hamparan sawah dengan padi yang menguning keemasan.

“Catatan Pemimpin Umum”

 Awal yang Menjanjikan: Energi Baru di Lahan Petani

JAKARTA, Fajarindonesia.com – Program swasembada pangan yang diprioritaskan Presiden Prabowo Subianto bukan sekadar ambisi politis, melainkan sebuah kebutuhan historis. Setelah bertahun-tahun bergantung pada impor beras, kedelai, jagung, dan komoditas pokok lainnya, Indonesia akhirnya mengarahkan pandangannya ke dalam: pada sawah-sawah yang menguning, tangan-tangan kasar petani, dan tanah yang subur namun sering terabaikan.

Dalam jangka pendek, langkah-langkah awal yang diambil memberi dampak langsung. Petani mulai merasakan hadirnya negara. Bantuan benih unggul, subsidi pupuk yang disalurkan tepat sasaran, serta pelatihan pertanian berkelanjutan memberi mereka harapan baru. Bukan hanya panen yang meningkat, tetapi juga motivasi. Harga beli yang dijamin lewat Bulog pangan mengurangi praktik tengkulak dan spekulasi pasar.

Petani kembali bergairah. Masyarakat pun ikut merasakan dampaknya: harga beras di pasar mulai stabil, kualitas produk pertanian meningkat, dan ketergantungan pada pangan impor mulai tereduksi, meski belum sepenuhnya hilang.

BACA JUGA: Presiden Akal Sehat, Rocky Gerung: Presiden Prabowo Mampu Membangun Bangsa

BAGA JUGA: Wawancara Presiden Prabowo Dengan 7 Jurnalis, Ketum Garuda Merah 08 Nurdin Taba: Pupuskan Narasi Anti Kebebasan Pers dan Demokrasi

Membangun dari Desa:  Efek Domino Ekonomi Menengah

Memasuki fase menengah, program ini mulai memicu transformasi yang lebih struktural. Pertanian tak lagi dipandang sebagai sektor pinggiran. Desa-desa sentra produksi tumbuh menjadi pusat ekonomi baru. Industri pascapanen, seperti penggilingan, pengemasan, dan distribusi, mulai tumbuh di sekitar lahan-lahan produktif.

Masyarakat desa merasakan efek domino positif: bertambahnya lapangan kerja, meningkatnya daya beli, dan tumbuhnya koperasi desa merah putih yang  mengelola hasil secara kolektif. Anak-anak muda yang semula enggan kembali ke kampung halaman mulai melirik potensi pertanian modern sebagai masa depan.

Lebih jauh, masyarakat umum mulai menikmati pangan lokal yang beragam dan lebih segar. Pasar tradisional mendapat pasokan yang konsisten, sedangkan pasar ritel modern mulai menjual produk petani lokal dengan label bangga: “Dari Sawah Indonesia”.

BACA JUGA: Prabowo Subianto: 17 Tahun Perjalanan Gerindra Bukti Keteguhan dan Konsistensi

BAGA JUGA: IPW Melaporkan Ganjar Pranowo Ke KPK atas Dugaan Korupsi di Bank Jateng

Swasembada Bukan Cita-Cita, Tapi Keharusan

Jakarta, fajarindonesia.com – Swasembada pangan bukanlah slogan manis yang bisa digantung di baliho lalu dilupakan. Ia adalah keharusan strategis. Dunia tengah mengalami krisis iklim, konflik geopolitik, dan ketidakpastian ekonomi global. Negara yang tak mampu memberi makan rakyatnya sendiri akan terguncang oleh ketergantungan.

Dalam jangka panjang, swasembada pangan akan menjadi penyangga utama ketahanan nasional. Negara yang berdaulat secara pangan akan lebih stabil secara politik, lebih adil secara ekonomi, dan lebih sehat secara sosial.

Di titik ini, manfaat tak hanya dirasakan oleh petani sebagai produsen, tetapi oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai konsumen. Harga pangan yang stabil berarti inflasi yang terkendali. Ketersediaan pangan lokal yang beragam berarti gizi yang lebih baik. Dan, yang tak kalah penting, bangsa ini memiliki kebanggaan karena mampu berdiri di atas tanahnya sendiri, menanam, memanen, dan menikmati hasilnya.

BACA JUGA: Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Pol Agus Andrianto: Wartawan Tak Bisa Dijerat Dengan UU ITE

BAGA JUGA: MK Perintahkan Hapus Ambang Batas Parlemen 4 Persen

“Swasembada pangan dalam prioritas Presiden Prabowo merupakan jalan panjang yang membutuhkan komitmen lintas generasi. Meskipun demikian, jalan ini membawa harapan besar bagi bangsa. Di balik bulir-bulir padi yang tumbuh di sawah, tersimpan impian tentang bangsa yang tidak hanya terpenuhi kebutuhan pangannya, tetapi juga memiliki harga diri yang terjaga.”

Oleh: Nurdin Taba, Pemimpin Umum: Fajarindonesia.com

Disclaimer:

Tulisan ini adalah opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi secara institusional. Media ini berkomitmen menjadi ruang bebas berpikir dan berekspresi yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan konstitusi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *